Keunikan Diri
Remaja
Oleh: Muhamad
Choirul Ichsan
Berbicara tentang
remaja memang selalu menarik perhatian semua kalangan. Tidak hanya
karena remaja merupakan
sosok unik ketika
melewati fase perubahan
fisik namun juga dari perubahan non fisik yang penuh gejolak, potensi
dan kedinamisan. Remaja laki‐laki dengan
perubahan suara, adanya jakun,
atau mulai tumbuhnya payudara pada
perempuan menunjukkan adanya
perubahan fisik. Sedangkan perubahan non fisik meliputi
kelabilan emosi, perkembangan jiwa, dan pembentukan karakter yang sering
ditemui dari gejala yang ditunjukkan dalam perilakunya.
Pakar psikologi mengatakan
fase ini dikenal
dengan proses pencarian
jati diri dan pemahaman diri, penjajakan peranan dan
kedudukannya dalam lingkungan. Dalam proses pencarian jati diri ini, remaja
membutuhkan kemandirian yang menurut
Sutari Imam Barnadib
meliputi: “Perilaku mampu
berinisiatif, mampu
mengatasi hambatan/masalah, mempunyai
rasa percaya diri
dan dapat melakukan sesuatu sendiri
tanpa bantuan orang
lain.” Ada suatu
dorongan yang kuat
untuk terlepas dari ketergantungan dengan
orang tua ,
keinginan dihargai sebagai
orang dewasa dan mempunyai hak terhadap dirinya dalam berkeputusan.serta
bertanggung jawab terhadap setiap perbuatannya.
Masa remaja
adalah masa pembelajaran.
Meskipun remaja mendapatkan kesempatan mengembangkan
potensi diri namun
tetap memerlukan bekal, bimbingan dan
pengarahan orang tua,
pendidik serta dukungan
lingkungan yang kondusif. Membekali
mereka dengan pemahaman
sebuah konsep hidup yang benar sangat diperlukan dalam
proses pencarian jati diri. Dengan bimbingan,
membentuk remaja merasa percaya
diri karena secara
kemampuan mereka belum teruji dalam menghadapi tantangan
hidup. Keterlibatan orang tua, pendidik
dan lingkungannya dalam
memberikan pengarahan akan membentuk kesiapan mentalnya karena secara kejiwaan remaja
masih labil, mudah
kebingungan ketika mengalami kesulitan dan kegagalan menjalani
hidupnya.
Setiap tanggal 1
Desember, dunia memperingati hari AIDS
sedunia. Dunia menyoroti tentang bahaya
HIV/ AIDS yang mengancam jiwa manusia. Ibarat sebuah penyakit kanker yang siap
memberangus setiap nyawa yang ditemuinya. Setiap tahun kita terperangah
dengan semakin meningkatnya
orang dengan HIV/AIDS pecandu narkoba.
HIV/AIDS dan narkoba
bukan lagi menjadi
endemik ganda yang mengancam kehidupan
gemerlap, bebas dan
para penjaja seks
namun sudah mulai masuk dalam ranah kehidupan rumah
tangga dan anak‐anak.
Mencuatnya kasus
asusila tersebut, penulis berupaya menggaris bawahi dari pada
indikator yang menyebabkan
terjadinya prilaku yang
menyimpang melalui pendekatan psikologis.
Setidaknya ada beberapa
indikator yang mengharuskan fenomena tersebut terjadi,
diantaranya adalah :
1.
Muatan
materi agama yang masih minim. Sudah menjadi rahasia umum, bahwasanya muatan
materi pengetahuan agama pada
kurikulum sekolah umum
hanya diberikan dua jam saja dalam satu
minggu.
2.
Doktrin
hidup bebas dan serba glamour seolah menjadi ideologi anak muda. Pada
masa muda, terlebih
bagi keluarga yang
berada, masa muda
merupakan masa indah, yang
disesalkan jika tidak
dimanfaatkan dan dilewatkan
meski sedetikpun. Kebebasan merupakan
ideologi dalam berprilaku,
dan apa yang dilakukannya merupakan
sebuah kebenaran.
3.
Guru
hanya sebagai pengajar bukan pendidik.
Pada kondisi perekonomian Indonesia yang carut marut, harga bahan bakar
dan bahan pokok melambung tinggi, sedangkan pendapatan bulanan hanya cukup untuk
beberapa hari saja.
4.
Problem yang
ditimbulkan dalam keluarga mendominasi dari timbulnya prilaku menyimpang
pada diri anak. Prilaku menyimpang anak
usia pelajar tidak
sepenuhnya kesalahan anak,
tapi bisa saja disebabkan
keharmonisan dalam keluarga
mulai menipis dan menghilang.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perilaku seks bebas.
1.
Industri pornografi.
Luasnya peredaran materi
pornografi memberi pengaruh yang
sangat besar terhadap pembentukan pola perilaku seks remaja.
2.
pengetahuan
remaja tentang kesehatan reproduksi. Banyak informasi tentang kesehatan
reproduksi yang tidak akurat, sehingga dapat menimbulkan dampak pada pola
perilaku seks yang tidak sehat dan membahayakan.
3.
pengalaman masa
anak‐anak. Dari
hasil penelitian menunjukkan
bahwa remaja yang pada
masa anak‐anak mengalami pengalaman
buruk akan mudah terjebak ke
dalam aktivitas seks
pada usia yang
amat muda dan
memiliki kencenderungan untuk memiliki pasangan seksual yang berganti‐ganti.
4.
pembinaan religius.
Remaja yang memiliki
kehidupan religius yang
baik, lebih mampu berkata ‘tidak’ terhadap godaan seks bebas
dibandingkan mereka yang tidak memperhatikan kehidupan religius.
Selain itu faktor lain berasal dari diri
remaja itu sendiri, contohnya seperti:
1.
Remaja
memiliki persepsi yang salah tentang cinta. Misalnya, “Cinta itu memiliki dan
harus mau berkorban”. Ketika anugerah cinta singgah di hatinya, ia tidak
rela hubungan cintanya
disudahi. Konsekuensinya, ia pun
rela melakukan apa saja yang diinginkan pasangannya, termasuk melakukan
perbuatan yang belum layak mereka lakukan.
2.
Tawaran erotisme
dan stimulasi seksual
yang seronok -vulgar, yang disuguhkan media massa begitu deras
mengalir di ruang publik. Hal tersebut sangat berdampak buruk
pada mentalitas para remaja.
Tawaran erotisme dan
stimulasi seksual tersebut akan
menimbulkan implikasi psikologis
di kalangan remaja
yang sedang dalam proses transisi mencari identitas diri.
3.
Cinta
dan seksualitas merupakan hal yang sangat menarik perhatian remaja. Hal ini
disebabkan karena pada
masa remaja tersebut
segala perangkat seksualnya mengalami perkembangan
pesat dan dorongan
seksualnya pun menjadi
hal yang sangat akrab dalam
kehidupan mereka. Cinta dan seks
adalah dorongan alami
yang tak dapat
dipisahkan dalam perkembangan setiap
manusia yang normal.
Dorongan seks tersebut sering menimbulkan masalah tetapi
bukan tidak bisa diatasi. Seks harus dilihat dari konteks kehidupan kita
secara utuh, tidak
parsial. Dorongan itu
bisa disublimasi menjadi potensi yang positif untuk
berprestasi bila ditangai secara benar.
4.
para remaja
kita sekarang ini
(khususnya di kota‐kota
besar termasuk di Pontianak) telah mengalami pergeseran
nilai yang cukup signifikan terhadap seks ini. Pergaulan bebas, pornografi, pornoaksi,
seks bebas (free sex), intercouse, sex
pranikah, dan berbagai aktivitas seksual lainnya bukan lagi sesuatu yang
asing bagi mereka. Mereka
begitu permisif dengan
hal‐hal tersebut.
Di mata mereka,
di dalam seks hanya ada
kesenangan. Sementara sisi buram akibat perbuatan mereka hampir tidak pernah
dipikirkan.
5.
banyak
remaja yang kurang bahkan tidak mempunyai
pemahaman yang memadai tentang
masalah cinta dan
seks ini. Banyak
diantara mereka yang
tidak mengenal organ tubuhnya
sendiri secara baik,
sementara tingkat keingintahuan
mereka mengenai masalah
seks ini begitu
besar. Untuk memenuhi
keingintahuan mereka yang begitu besar tersebut, mereka mencarinya
secara sembunyi‐sembunyi.
Akibatnya, tidak sedikit di antara mereka yang terjebak dalam informasi yang
salah bahkan menyesatkan yang
dapat membahayakan perkembangan mental mereka. Untuk semua
fakta itulah, informasi
yang jelas, lugas
dan komprehensif perihal makna hakiki cinta dan seks
dengan segala dampak
yang ditimbulkannya mutlak diperlukan.
Remaja aset bangsa dan agama
Persoalan remaja
saat ini sudah
masuk dalam tataran
kritis dan sulit dikendalikan. Hal
ini menjadikan berbagai
kalangan merasa cemas dan berupaya menemukan langkah‐langkah
penyelesaiannya.
Bagaimanapun juga remaja
adalah aset negara, agama,
dan penerus perjuangan generasi
sebelumnya. Secara kejiwaan remaja mempunyai
energi yang berpotensi
menghasilkan kecermelangan berfikir dalam menemukan ide dan inovasi baru
yang penuh kedinamisan. Namun potensi ini harus
diimbangi dengan kejelasan
arah dan tujuan
hidupnya. Ketika remaja
kosong dengan tujuan hidup yang benar, pemanfaatan potensi ini akan
beralih pada keadaan yang justru merugikan bahkan menghancurkan kehidupannya.
Sebagaimana pernyataan
yang dikeluarkan presiden
RI bahwa endemik ganda narkoba
dan HIV/AIDS telah
mencapai keadaan yang
mengkuatirkan eksistensi negara.
Beliau menyarankan langkah
antisipatif dengan 3T-nya:
1.
Tingkatkan
kepemimpinan dan upaya pencegahan.
2.
Tingkatkan
layanan kesehatan komprehensif, profesional
dan manusiawi.
3.
Tingkatkan mobilisasi
sumber dana dan
daya.
Banyak
pula pernyataan solutif
yang diberikan para
praktisi kesehatan, psikologi bahkan pemerhati
remaja tentang cara terbaik
bagaimana mencegah semakin menjamurnya kasus endemik ganda yang merusak
generasi bangsa.
Pergaulan bebas yang
terjadi di kalangan remaja sekarang sudah menjadi wabah yang setiap saat bisa
melahirkan berbagai penyakit
fisik dan psikososial.
Sebagian praktisi mengatakan remaja putri merupakan pihak yang
sangat dikorbankan akibat pergaulan bebas ini Untuk itu perlu memberikan
pendidikan tentang kesehatan reproduksinya sehingga remaja memahami tentang
dirinya, keunikan organ reproduksinya. Dengan demikian remaja mampu
memberikan keputusan tepat
dan bertanggung jawab
terhadap penggunaan organ reproduksinya. Selain itu dengan dalih
kedaruratan, diambil langkah‐langkah penyelesaikan
seperti ATM kondom
untuk mencegah penularan HIV/AIDS, anjuran
pemakaian jarum steril
saat mengonsumsi narkoba,
kemudahan sarana untuk melakukan
aborsi aman yang
sebenarnya justru akan memfasilitasi semakin berkembangnya
seks bebas berikut
juga dampaknya.
Sekali lagi
kita selalu dihadapkan dengan kenyataan bahwa kenaikan kasus dampak dari
pergaulan bebas yang terjadi di
masyarakat terutama remaja
semakin tidak terkendali.
Ibarat fenomena gunung es
dampak pergaulan bebas
dan seks bebas
yaitu meningkatnya pemakai
narkoba, berkembangnya penyakit
menular seksual terutama
HIV/AIDS yang akan menghancurkan
aset termahal bangsa
ini.
Referensi :
http://www.bangkapos.com/opini.php?id=551
http: www.halalsehat.com ,
http://www.mediaindonesia.com/index.php?ar_id=NTczNjM=
http://beritapendidikan.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=16&artid=1176
http://ruuappri.blogsome.com/2006/06/11/seks‐bebas‐masuk‐sekolah‐salah‐siapa/
0 komentar:
Posting Komentar